Marsigit Philosophy 2019 (Persoalan Matematika di Sekolah)-Dea Armelia





TUGAS AKHIR  FILSAFAT ILMU
Identifikasi Persoalan-Persoalan Matematika di Sekolah


Diajukan kepada Prof. Dr. Marsigit, M. A.
untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu





       
Oleh
Dea Armelia (19709251072)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020











Identifikasi Persoalan-Persoalan Matematika di Sekolah

Berikut adalah beberapa identifikasi persoalan di sekolah beserta penjelasan filosofisnya:

1. Bagaimana pandangan filsafat tentang guru matematika yang masih menggunakan metode ceramah (traditional)?

Penjelasan:

Metode ceramah selalu saja merupakan siklus dari kegiatan: menerangkan, memberi contoh, memberi soal, memberi tugas, dan menerangkan kembali, demikian seterusnya. Itu hanya cocok jika paradigma mengajar kita adalah paradigma lama yaitu trasfer of learning yang tidak bisa lagi dipertahankan dan zaman sekarang metode yang dikembangkan adalah multi metode, yaitu metode yang bervariasi, dinamis dan fleksibel. Siswa harus belajar dengan berdiskusi dengan teman sejawatnya atau dalam kelompok karena hakekat ilmu itu diperoleh dengan cara berinteraksi antara obyektif dan subyektif, antara teori dan praktek, antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, ..dst.

2. Bagaimana menyelenggarakan pembelajaran matematika secara menyenangkan dan siswa merasa bahwa matematika adalah penting?

Penjelasan:

Menciptakan pembelajarn matematika yang menyenangkan adalah kewajiban guru. Dengan matematika yang sulit akan semakin berat ketika pembelajaran tidak menarik, diminta untuk menghafal, hanya mengerjakan soal-soal, dan sebagainya. Maka caranya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dengan didukung media pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan perkembangan zaman sekarang yang sudah canggih. Dan bagaimana menyadaran matematika itu penting adalah dengan selalu mengawali pembelajaran dengan apersepsi atau motivasi. Apersepsi atau motivasi ini berisi mengenai kegunaan matematika, sehingga dari sinilah siswa bisa sadar bahwa matematika itu penting.

3. Bagaimana penjelasan filsafat tentang konsep menemukan sendiri?
 
Penjelasan:

Menemukan sendiri, mengandung pengertian Membangun yang kemudian sesuai dengan paradigma Constructivisme. Dalam pandangan ini, belajar diartikan sebagai membangun pengetahuan dalam diri siswa. Paradigm konstruktivisme ini merupakan paradigma yang saat ini dipandang sebagai paradigma yang sesuai untuk diterpakan dalam pembelajaran. Menemukan sendiri atau membangun pengetahuan sendiri dalam diri siswa berarti siswa dipandang sebagai subjek aktif atau actor dalam pembelajaran. Sementara guru bukan lagi sebagai pemberi ilmu pengetahuan kepada siswa, namun guru berperan sebagai fasilitator.

4. Bagaimana pandangan filsafat tentang RPP Matematika yang baik dan inovatif yang harus menganut pendekatan saintifik dan memiliki aturan-aturan tertentu yang mana guru tidak secara bebas mengatur RPP yang diajarnya sesuai dengan apa yang di inginkannya?

Penjelasan:

Hal tersebut sudah masuk “memperbudak bentuk” dan “diperbudak bentuk. Yang mana yang memperbudak adalah si pembuat aturan, dan yang di perbudak adalah si pelaksana aturan. Sehingga akan masuk pada krisis multi dimensi yang memiliki ciri-ciri dan sebab pokok adalah Ketidakberdayaan Bentuk. Sehingga akan muncul konflik antara wadah dan isinya, konflik antara bentuk dan substansinya, konflik antara subyek dan obyeknya. konflik antar subyek. konflik antar obyek, konflik internal subyek, konflik internal obyek, konflik antara kebutuhan dan perjuangan, konflik antara baik dan buruk, konflik antara para baik, terlebih-lebih konflik antara para yang buruk. Yang mana hal tersebut akan adanya skeptisisme masal.

Skeptisisme masal adalah sikap jenuh, sikap bosan, tidak percaya, tidak semangat, putus asa, frustasi, ingkar janji, berbohong, serba instant, tidak sabar, mudah emosi, tidak toleran, tidak asih, tidak asuh, tidak berkomitmen, tidak berdisiplin, hidup dalam kepalsuan, tidak ada tauladan, kacaunya pedoman, hilangnya jati diri, memperbudak bentuk, dan diperbudak bentuk.

Dikarenakan skeptisisme masal maka semua bentuk menjadi kehilangan makna. Bentuk telah diperbudak, dan bentuk telah digunakan untuk memperbudak. Bentuk telah dimanipulasi. Bentuk-bentuk asli telah dianggap tidak memadai, kemudian digantikanlah dengan bentuk-bentuk baru. Bentuk-bentuk baru yang tidak memadai segera diganti dengan bentuk-bentuk baru lagi, sehingga praktis tidak berbentuk.

5. Bagaimana pandangan filsafat tentang siswa yang menitikberatkan belajar matematika hanya dengan menghafal rumus dan kurang memahami konsepnya?

Penjelasan:

Seorang siswa hendaknya tidak hanya hapal rumus. Jika siswa dengan hanya menghapal rumus, itu namanya mitos. Misal dalil Pythagoras, maka siswa seharusnya mengetahui apa makna dibalik dalil Pythagoras tersebut. Oleh karena itu untuk mendapatkan pembelajaran yang bermakna siswa dibawa dalam menemukan sendiri konsep matematika tersebut, mengandung pengertian Membangun yang kemudian sesuai dengan paradigma Constructivisme.

6. Bagaimana pandangan filsafat tentang kesulitan siswa dalam belajar matematika?

Penjelasan:

Secara filsafat, Kesulitan dapat dimaknai sebagai kendala seseorang dalam usahanya menembus Ruang dan Waktu. Dapat diartikan bahwa apabila siswa mengalami kesulitan belajar matematika artinya siswa memiliki kendala dalam menembus ruang dan waktu mereka sendiri.

7. Bagaimana pandangan filsafat mengenai kesulitan siswa dalam memahami konsep diagonal ruang bangun Geometri sehingga berakibat mengalami kendala dalam proses pemechan masalah.

Penjelasan:

- Secara filsafat, Kesulitan dapat dimaknai kendala seseorang dalam usahanya Menembus Ruang dan waktu.
- Secara filsafat, kegiatan Pemecahan Masalah dapat dipandang sebagai Vitalitas atau ikhtiar atau usaha.
- Diagonal ruang suatu bangun geometri adalah satu dari sekian banyak sifat yang ada dari bangun tersebut.
- Secara filsafat, mendefinisikan "belajar" sebagai segala usaha untuk "mengadakan" dari beberapa sifat "yang mungkin ada".

Kesimpulan nya adalah usaha siswa belajar untuk memahami konsep "diagonal ruang"dapat dipandang sebagai mengadakan segala sifat diagonal ruang yang mungkin ada. Seperti halnya untuk mengetahui siat-sifat yang lainnya, maka secara filsafat cara memahami konsep diagonal ruang dapat dilakukan dengan metode hermenitika yaitu terjemah dan diterjemahkan, yang di dalamnya terkandung kegiatan interaksi, baik antar guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan objek belajar yaitu objek bangun geometri itu sendiri seperti Balok, Kubus, Lingkaran, dll. Untuk membangun belajar yang lebih bermakna maka guru harus mampu menumbuh kembangkan intuisi siswa, berarti diperlukan objek belajar yang lebih konkrit.

8. Bagaimana pandangan filsafat tentang LKS yang tidak sesuai dengan ke butuhan siswa?

Penjelasan:

LKS bukanlah sekedar kumpulan soal, melainkan LKS adalah wahana bagi siswa untuk beraktivitas untuk menemukan ilmu atau menemukan rumus matematikanya. Maka seorang guru harus mengembangkan sendiri LKS nya. Tiadalah orang lain mengetahui kebutuhan guru tersebut. Maka tidaklah bisa mengadakan LKS hanya dengan cara membeli. Itu betul-betul salah dan tidak profesional.

9. Bagaimana pandangan filsafat tentang siswa yang mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran matematika?

Penjelasan :

Miskonsepsi dari sudut pandang filsafat kontuktivisme bahwa miskonsepsi itu merupakan hal wajar dalam proses pembentukan pengetahuan oleh seseorang yang sedang belajar. Dengan adanya miskonsepsi itu, sebenarnya menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan bentukan dari siswa bukan dari guru. Oleh karena itu konstruksi pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga dibantu oleh konteks dan lingkungan mereka, termasuk teman-teman yang sering berdiskusi bersama.

10. Bagaimana pandangan filsafat tentang guru yang kurang memahami karakter siswa dalam belajar matematika ?

Penjelasan:

Untuk memahami karakter siswa dalam belajar matematika, hal yang dibutuhkan guru adalah perlunya memahami filsafat dan penerapan filsafat di sekolah. Filsafat memberikan keuntungan bagi guru dan juga siswa. Bagi guru, dengan adanya pelajaran filsafat, maka guru akan lebih memahami karakter dari siswa-siswanya. Belajar filsafat adalah berpikir, sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana pola pikir siswa-siswanya dalam memahami matematika. Pada pelajaran filsafat, pendidikan karakter juga tercakup di dalamnya. Pendidikan karakter meliputi material, formal, normatif dan spiritual. Dan dalam pembelajaran di sekolah, keempat faktor tersebut merupakan salah satu peran filsafat dalam pembelajaran di sekolah

Bagi siswa, filsafat memberikan pengetahuan yang baru. Mungkin sebelum-sebelumnya mereka belum pernah mendengar dan mengetahui tentang filsafat dan pada kesempatan ini siswa belajar tentang filsafat. Dengan belajar filsafat, siswa menjadi pribadi yang mandiri. Siswa belajar untuk mengkonstruksikan matematikanya sendiri dengan bantuan guru. Dengan demikian pemahaman siswa yang satu dengan siswa yang lain tidak sama, tergantung dari kemampuan mereka masing-masing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Marsigit Philosophy 2019 (Objek dan Fenomena Matematika di Sekolah)-Dea Armelia